MajalahKebaya.com, Jakarta – Perempuan cantik, rendah hati dan penuh percaya diri ini, berhasil membuat sebuah keputusan berat dalam hidup. Tepatnya ketika ia harus meninggalkan semua kenyamanan demi sesuatu yang belum tentu bisa lebih baik. Itulah yang dialami wanita energik dan tangguh Vivi Violetta Hafsari. Ia membuat keputusan besar harus resign dari pekerjaan sebagai marketing (Relationship Marketing) di bank untuk memulai usaha hijab atas saran dan permintaan suami. Padahal saat itu, pendapatannya dari pekerjaan sebagai marketing bank sudah cukup untuk menopang biaya hidup, membantu ibu dan tiga adiknya yang membutuhkan biaya sekolah di kampung. Sementara di satu sisi, ia sama sekali tidak memiliki latar belakang sebagai pengusaha dan tidak ada jaminan bakal sukses dalam berbisnis.
Keraguan karena tidak yakin dengan kemampuan diri dalam berwirausaha dan ketakutan akan gagal, padahal tanggungan keluarga di pundaknya tidak sedikit, cukup membebani pikiran dan sikap Vivi. “Saya ragu karena takut usaha saya nanti tidak maju dan saya pasti akan bingung mau kerja apa lagi nantinya, padahal saya tipikal yang tidak betah berdiam di rumah karena sudah terbiasa dengan kesibukan. Karena itu, sebelum resign saya bikin surat perjanjian sama suami, kalau usaha saya nantinya tidak maju atau malah berhenti, saya minta suami menggaji saya sebesar gaji saya di bank. Soalnya saya menanggung Ibu, dan 3 adik yang masih sekolah, karena Papa sudah meninggal,” ungkap istri dari Alkaf Suha, seorang wiraswasta ini, dengan tegas.
“10 tahun saya bekerja di Bagian Marketing Bank Danamon (RM) lalu pindah ke Bank Hana dengan posisi yang sama selama 2 tahun. Lalu suami meminta saya untuk berhenti bekerja, karena menurut beliau bekerja kantoran hanya bikin capek, sangat menghabiskan waktu, dan tidak maksimal dalam mengurus anak-anak,” tutur Vivi, sapaan akrab wanita kelahiran Pringsewu – Lampung, 7 Mei ini.
Suami Vivi memang sudah seringkali meminta dirinya untuk resign dari kerja kantoran dan membantu usaha-usaha beliau. Sang Suami mempunyai usaha ATK (alat tulis kantor dan perlengkapan kebutuhan sekolah) dan toko pakaian di Pasar Tanah Abang yang dijaga oleh saudara suami. Juga usaha percetakan dan lain-lain yang dikelola keluarga suami. Semua usaha ini bisa dibilang tidak maju, bahkan berhenti. Karena itulah suami selalu meminta Vivi untuk menangani usaha-usaha tersebut.
“Toko pakaian tersebut tidak maju malah tanpa kita ketahui sudah tutup selama dua bulan. Usaha percetakan dan lain-lain juga tidak maju. Suami pengen saya yang urus tapi saat itu saya masih belum berani keluar dari kerjaan di bank,” ujar Vivi.
Makna Kesuksesan. Kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup harus diperjuangkan. Tidak ada kesuksesan yang dicapai dengan mudah. Dan, untuk mencapai kesuksesan harus ada motivasi yang kuat, yang didukung tekad baja, kerja keras, dan kemampuan diri, tim kerja yang solid, serta tidak lupa doa dan berbagi dengan sesama.
Vivi mengakui, hal yang paling kuat memotivasi dan memacu dirinya harus maju karena ia pernah dihina oleh orang dan mengalami pahitnya hidup susah. Itulah yang membuat Vivi bertekad untuk maju dan harus sukses. Kepada karyawannya, ia juga merapkan cara kerja yang profesional dan disiplin agar apa yang menjadi target bisa tercapai.
“Saya sangat profesional dan disiplin juga keras pada karyawan. Bila kerjaan bagus saya akan kasih reward dan bila ada kesalahan akan saya kenakan denda sesuai dengan kesalahannya. Saya juga merangkul karyawan saya secara kekeluargaan. Tiap tiga bulan sekali kami pergi makan di luar. Dan, uang denda karyawan yang melakukan kesalahan saya kumpulkan dan gunakan untuk keperluan karyawan, semisal untuk jalan-jalan. Saat ini saya punya 2 gudang dengan jumlah 17 karyawan,” tegas Vivi.
Kesungguhan Vivi dalam mengembangkan usaha memang selalu ditunjukkannya lewat kedisiplinan, fokus, dan komitmen yang tinggi. Ia benar-benar keras, baik pada diri sendiri maupun tim kerja atau karyawan demi kebaikan dan kemajuan usaha yang tentu pada gilirannya akan mensejahterakan karyawan juga. Vivi terjun langsung ke lapangan untuk mengontrol, mengecek, dan memberi contoh bagaimana kerja yang benar kepada karyawan.
Bagaimana Vivi di tengah kesibukan mengurus tiga orang anak, ia harus melakukan zoom dengan para karyawan. Ia juga sempatkan waktu untuk berbelanja di pasar, keliling naik sepeda motor, membawa barang-barang yang jumlahnya tidak sedikit, berpanas-panasan di jalan, sering bekerja sampai larut malam, bahkan di Bulan Puasa bisa sampai subuh masih berada di gudang karena harus handle packingan.
“Karyawan kalau tidak dilihatkan atau dipantau bagaimana mereka bekerja, biasanya mereka asal kerja saja. Ketika orang ekspedisi datang pun seringkali mereka tidak teliti memperhatikan sampai ke detail-detailnya. Jadi saya yang bener-bener harus bawel menyuruh cek dan sesuai dengan sytem, karena kalau tidak sesuai resi yang kita print dan hasil scan tim ekspedisi nanti kadang suka berbeda selisih, barangnya hilang. Nah kehilangan resi barang hilang tersebut mereka harus bayar denda sesuai resi yang hilang tersebut,” tegas Vivi.
Semua itu menurut Vivi harus ia lakukan karena ia bertekad dan ingin semakin maju dan berkembang. Ia ingin menciptakan lapangan pekerjaan lagi dan lebih luas lagi, sehingga bisa membantu banyak orang dan bisa memberi manfaat bagi sesama. Ia ingin lebih bisa menjadi yang terbaik di antara yang paling baik. Dengan demikian Vivi bisa membanggakan keluarga dan bisa membuktikan ke orang-orang yang dulu selalu menggapnya rendah, karena tanpa ucapan mereka pun ia bisa bangkit.
Berjuang Demi Kesuksesan. Setelah resign dari bank, tepatnya bulan November 2019, atas saran suami, Vivi pun mulai berjualan hijab. Dengan menempati ruang usaha yang terbilang kecil, hanya berukuran 3×4 meter, dibantu 2 orang karyawan, Vivi memulai usahanya benar-benar dari nol. Tidak ada basic usaha, tampilan atau display barang juga masih sangat standard, foto-foto produk juga biasa saja, tidak ada sentuhan art yang memadai, intinya jauh dari modern.
Pada awal-awal usaha dirasakan sangat berat, karena penjualan sepi. Vivi mulai merasa panik dan uring-uringan. Bagaimana tidak, Ibu dan keluarga di kampung juga memarahi dirinya karena semua tidak setuju dan tidak mendukung keputusannya resign untuk berjualan karena mereka takut ia tidak bisa berwirausaha.
“Saya sempat sedih, bingung, dan mulai merenung. Ibu dan keluarga menyalahkan saya kenapa memutuskan resign dan memilih berjualan. Di saat saya mulai putus asa, suami tidak henti-hentinya mendorong dan menyemangati saya untuk tetap tegar, jangan menyerah, terus berusaha. Bahwa dalam usaha, jatuh bangun itu biasa,” jelas Vivi.
Berkat tekad yang kuat, support suami yang terus menerus, dan dukungan serta doa keluarga dan anak-anak, secara perlahan semua pengorbanan Vivi mulai membuahkan hasil. Ditandai dengan awal tahun baru 2020, terjadi lonjakan penjualan yang sangat signifikan, terutama melalui market place yang digunakan Vivi. Bahkan saat pertama kali pandemi menerpa dunia, juga Indonesia, di mana hampir semua sektor bisnis yang lain terjerembab, sebaliknya usaha hijab Vivi malah melonjak naik.
“Januari 2020 penjualan luar biasa. Pada saat Covid-19 pertama kali menerpa Indonesia, yaitu di bulan Maret, penjualan kami malah melonjak naik sangat luar biasa. Mungkin karena semua orang belanja online karena takut bepergian dan memang sempat ada lockdown kan saat itu.. Sesuatu yang sangat patut kami syukuri, baru beberapa bulan berjualan saya dan suami sudah bisa jalan-jalan berlibur ke Jepang. Padahal bekerja di bank selama 12 tahun saya tidak bisa ke mana-mana. Selain liburan ke Jepang juga bisa memotivasi saya untuk lebih giat lagi berjualan. Mencari uang untuk bisa liburan ke tempat-tempat lain yang kami impikan,” ujar ibunda dari Axelle Zhiorlando Alkavi, Azka Elghifari Alkavi, dan Asyraff Habibilah Alkavi ini, dengan semangat.
Rutin Melakukan Aktivitas Sosial. Vivi akan lebih fokus dan bertekad memajukan usahanya agar lebih berkembang lagi. Ia juga berencana akan memiliki brand sendiri, sehingga bisa mengontrol kualitas dan kuantitas produksi. Untuk itu, ia akan fokus menggunakan tenaga penjahit lokal sehingga harga produk akan lebih murah dan bisa berdaya saing. Selain itu, menurut Vivi, apabila akses ke China sudah bisa dibuka lagi, ia ingin belanja bahan-bahan dan produk di sana karena harga lebih murah. Tidak lupa tentunya ia terus mendidik dan menggembleng para karyawan agar lebih giat dan merasa memiliki usaha ini.
Di balik semua itu, Vivi mengakui kesuksesesan yang diraihnya adalah berkat doa orang tua dan anak-anak. Dulu sebelum meninggal, mendiang almarhum ayahnya selalu berpesan, agar Vivi harus hidup berhemat dan bekerja keras untuk mengumpulkan uang paling tidak selama kurang lebih 5 tahun, dan selanjutnya biarlah uang yang bekerja untuk dirinya. Itulah motivasi yang memacu dirinya untuk bekerja keras dan meraih kesuksesan.
“Intinya, saya sekarang bekerja untuk mendapatkan uang selama kurang lebih 5 tahun, dan selanjutnya biar uang yang bekerja untuk saya.. Contohnya, saya ingin membuat kontrakan sebanyak 70 pintu dan selanjutnya saya tinggal memetik hasil dari kontrakan-kontakan tersebut. Harus banyak bersyukur, apapun itu tidak boleh ninggalin shalat dan sedekah sama baca Al-Quran.. setiap hari harus wajib disempatin sekalipun hanya 2 halaman, karena saya pikir kita bekerja jalan ke sana ke mari bisa lama masa baca Qur’an tidak bisa cuma 10 menit.”
