MajalahKebaya.com, Jakarta – Keindahan dan keragaman Budaya Indonesia selalu memberikan kesan positif dan menarik untuk ditelusri, digali, dan diangkat. Pelosok Nusantara banyak memiliki kekayaan alam yang menyisakan keindahan luar biasa dan membuat Indonesia semakin indah. Tidak hanya keindahan alam, tetapi keunikan budaya, suku, pakaian dan pernak-pernik adat, adat istiadat, sampai wisata kuliner seringkali menjadi ketertarikan para turis mancanegara untuk berkunjung dan menikmati alam Indonesia.
Begitu pun dengan culture traveler, Laely Indah Lestari, yang tiada lelah mengeksplor berbagai ragam budaya, alam, kuliner dan wastra Nusantara. Sudah menjadi passion dan panggilan hatinya untuk terus melakukan Perjalanan Budaya ke berbagai pelosok negeri, karena kecintaan yang luar biasa. Sebut saja Toraja dengan Rumah Adat Ke’te Kesu, Tempat Pekuburan Toraja, dan Wastra Tenun Toraja yang indah; Sumba dengan Baju Adat Sumba Timur, Wastra Tenun Sumba Timur, Budaya Marapu, dan Tarian Kabokang; Suku Bada yang unik dan khas dengan Upacara Penyambutannya, Wastra Kain Kulit Kayu, Busana Adat Kain Kulit Kayu, dan Makanan Tradisionalnya; Gorontalo dengan Rumah Adat Dulohupa dan Kearifan Budayanya, Tarian Saronde, Wastra Karawo yang sempat dipelajari Laely.
Kuliner khas dan budaya Buol juga sangat meikat Laely, seperti Keunikan Desa Lunguto Paleleh Barat Kabupaten Buol, tata cara penyambutan tamu, kuliner tradisional, hingga Upacara Menanam Padinya yang unik. Laely juga mengunjungi Kerajaan Buol. Di Indramayu, Laely terpikat dengan Budaya Ngarot, Tarian Topeng Kelana Indramayu yang terus dilestarikannya, hingga Batik Dermayon Wastra Indramayu.
Palembang juga memikat dengan Kecantikan Busana Adat Palembang dan pesona Budayanya yang khas. Sedangkan di Pekurehua, Laely mengunjungi Adat Perkawinan Pekurehua dan Adat Budaya lainnya yang masih khas. Sementara di Bali, Laely menggandeng para penari Kecak, juga terpesona dengan Tarian Cekepung, Tari Barong, dan Gebug Ende. Dan, yang tak kalah unik bagi Laely adalah Suku Makki. Ia mengunjungi Desa Kondo Bulo dan melestarikan Tenun Sekomandi.
Beberapa Daerah dengan Destinasi Budaya Unik
Pekurehua
Pekurehua adalah sebuah lembah yang cukup luas, di Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Poso dan terbagi dalam 3 Kecamatan (Lore Utara, Lore Timur dan Lore Peore). Saat Laely berkunjung ke Pekurehua, ia berkesempatan bertemu dengan Lembaga Adat atau Tokoh-Tokoh Adat dan mengenal budaya Pekurehua lebih detail lagi.
“Salah satu tempat yang unik berlokasi di lembah yang pemandangannya sangat indah dan di situ ada desa yang penduduknya sangat menjaga tradisi adat budayanya. Masyarakat betul-betul welcome, saya disambut dengan upacara adat dan merupakan suatu kehormatan disambut oleh Ketua Adat dan Lembaga Adat setempat. Saya berkesempatan menghadiri Upacara Adat Perkawinan. Sebuah upacara yang khas dan unik, sayang sekali banyak orang yang belum tahu adat ini,” ungkap Laely kagum.
Dalam Upacara Perkawinan Adat itu, banyak sekali ritual yang baru diketahui Laely. Tim Laely Passions pun mencoba meng-capture proses upacara secara detail dari awal sampai akhir, juga ada acara makan bersama dll. Semua masyarakat di sana memakai baju adat saat proses acara. Baik masyarakat sekitar maupun tokoh-tokoh adat yang wajib hadir. Laely senang sekali bisa menjadi tamu istimewa. Masyarakat Pekurehua pun sangat senang dengan kedatangan Laely karena mereka tahu ia sangat peduli dan selalu belajar tentang budaya.
“Di situ saya diberikan kue ucapan selamat datang sebagai tanda saya diterima. Ada foto-foto saat proses acara Perkawinan Adat berlangsung dan saya sangat senang sekali bisa menyaksikan. Di Pekurehua ini mereka menggunakan ritual-ritual adat yang seharusnya dilestarikan, karena ini merupakan bumi pelosok yang sangat terpencil, sebuah wilayah yang sangat indah.”
Bali
Laely Passions tergerak untuk membantu seniman Bali dan para pekerja lokal yang saat pandemi tedampak. Bali sepi Bali menangis. Laely Passions pun tergerak hati datang untuk membantu. Berkolaborasi agar Bali hidup kembali. Dampaknya bukan hanya masyarakat Bali senang, tapi aktivitas di Bali kembali hidup.
Beberapa hal yang dilakukan Laely Passions, salah satunya menghidupkan budaya-budaya yang tidak bisa tampil. Salah satunya yang sebenarnya sudah terkenal yaitu Barong. Kegiatan ini berlangsung di Ubud. Pekerja seni yang sudah lama tidak tampil kembali tampil dengan Tarian Pendet. Laely Passions membuat konsep foto budaya di mana tampilan Barong tidak hanya menari Barong saja tapi dibuat cerita yang lebih menarik.
“Saya terlibat membuat konsep untuk berinteraksi dengan Barong dan para penari Pendet. Konsepnya Bali Kerajaan tempo dulu sehingga dikemas bagaimana Tarian Barong dan Pendet bukan hanya sebuah tarian tapi sebuah entertain atau hiburan yang tidak terlalu monoton. Ada cerita yang dinikmati dengan cara berbeda,” jelas Laely senang.
Kemudian Tarian Kecak, Laely menggandeng para penari Kecak. “Kita melakukan Tarian Kecak malam hari dengan membuat satu konsep di panggung besar. Kami membuat beberapa konsep berbeda, saya mengenakan baju khas daerah Bali sambil berinteraksi dengan para penari Kecak.”
Laely Passions juga membuat foto-foto yang menarik untuk di-share kepada masyarakat, menginformasikan bahwa Tari Kecak itu bisa tampil lebih keren. “Kita membuat konsep tidak hanya tarian saja tapi ada kolaborasi dengan mereka sehingga tampilan berbeda karena ada sentuhan Laely Pssions tapi tidak menghilangkan unsur sakral Tarian Kecak,” ujar Laely.
Laely juga mengunjungi beberapa daerah di Bali. Daerah yang memiliki budaya yang sangat indah dan luar biasa, yaitu Menari Cekepung berasal dari daerah Karamgasem. Laely menari bersama dengan salah satu penari senior dari Karangasem, dikelilingi para pegiat seni Cekepung. Tarian ini benar-benar unik. Laely ingin memberitahukan bahwa tidak hanya ada Tarian Barong dan Pendet tapi juga ada Tarian Cekepung yang masih ada sampai sekarang. Dari sejarah, keberadaan Cekepung di Bali berhubungan erat dengan infasi Kerajaan Karangasem Bali di Pulau Lombok dan berhasil mengalahkan Kerajaan Pejanggik pada tahun 1962. Dengan demikian itu merupakan semacam bentuk akulturasi kebudayaan Bali, Jawa, dan Lombok.
“Kemudian Gebuk Ende yang punya arti memukul dan ende artinya alat tameng yang digunakan. Mereka beraksi memang memacu adrenalin banget. Waktu itu menjadi suatu pengalaman buat saya bisa menyaksikan Gebuk Ende. Di Taman Ujung Karangasem saya melakukan kegiatan Budaya. Dengan datang dan turut mempromosikan Budaya Karangasem, harapannya bisa menambah referensi tempat pariwisata lainnya di Bali,” tutur Laely bersemangat.
Kondo Bulo
Desa Kondo Bulo terletak di Kecamatan Kalumpang, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, sebuah desa terpencil yang tidak mudah diakses menuju ke sana. Sekitar 10 jam perjalanan menuju Mamuju dan Palu, kemudian dilanjut 5 jam dari Mamuju ke Kondo Bulo. Kondisi jalanan pun terjal.
“Saat tiba di Kondo Bulo, masyarakat sudah menunggu dan menyambut saya. Mulai dari Lembaga Adat, penduduk setempat hingga anak-anak. Saya disambut dengan Tarian Sayo dan diberikan tenun untuk ucapan selamat datang. Masyarakat Kondo Bulo sangat ramah dan saya seperti menemukan keluarga baru. Selama di Kondo Bulo saya banyak berinteraksi dengan masyarakat setempat, dan kesempatan tersebut saya gunakan untuk mempelajari tentang Budaya lokal juga proses tenun khas Kondo Bulo, yaitu Sekomandi. Selain itu, saya berkesempatan untuk menikmati nyanyian yang sudah sangat langka yang bernama Ma’ Ole yang dibawakan oleh para sesepuh dari Desa Kondo Bulo.”
“Setelah melakukan interaksi bersama masyarakat Kondo Bulo, saya melanjutkan perjalanan untuk mengenal Tenun Sekomandi lainnya yang berada di Pusat Kota Mamuju. Tenun Sekomandi ini memberikan wawasan baru bagi saya dalam mengenal Wastra Nusantara yang ada di Indonesia.”
Palembang
Berbicara tentang Palembang, banyak hal yang menarik yang bisa dieksplor saat mengunjungi Kota ini. Salah satu yang khas dari Palembang untuk dipelajari Budayanya adalah Rumah Adat dan Baju Adatnya. Pada kesempatan berkunjung ke Palembang, Laely melakukan kegiatan Budaya dengan cara mengeksplor Rumah Adat Limas dengan memakai baju adat Aesan Paksangko yang warna coraknya menggambarkan filosofi hidup dan keselarasan. Pada model mahkota Aesan Paksangko dominan berwarna keemasan karena pengaruh Budaya Tionghoa di Tanah Palembang. Kemudian bagian belakang kepala dihiasi bunga soka dan bunga kenango di atas daun pandan. Selain itu Laely juga menggandeng para penari lokal dengan bersama-sama menari Tanggai di depan rumah kebanggaan Wong Palembang. Tari Tanggai sendiri menggambarkan kehangatan, keramahan dan rasa hormat kepada tamu yang tersirat pada sebuah makna ucapan selamat datang.
Setiap melakukan perjalanan Budaya, Laely selalu totalitas dalam melakukan proses baik sebelum atau saat liputan. “Mempelajari Budaya buat saya bukan hanya melalui audio dan literatur, tetapi kita juga harus terjun langsung dan berbaur dengan masyarakat setempat. Palembang memberikan warna dan pengalaman dalam setiap perjalanan saya mengenal Budaya Indonesia. ”
Sumba
Sumba terkenal dengan alamnya yang sangat indah dan Budayanya yang sangat khas. Ada Bukit Wairinding, dan pantai-pantainya yang cantik. Rumah adat dan wisata budaya merupakan salah satu yang unik dan bila digali lebih jauh merupakan potensi luar biasa untuk Indonesia.
Laely datang khusus ke Sumba ingin mengulik lebih dalam bukan hanya wisata alam tapi juga wisata budayanya. Selain mengeksplor budaya melalui liputan yang akan dibagikan ke dalam media sosial Laely juga melakukan penelitian tentang Budaya dan Tenun Ikat Sumba untuk artikel ilmiah dan juga Buku tentang Budaya. Tidak main-main Laely berkunjung ke beberapa Kampung Adat dan Sentra Tenun yang ada di Sumba untuk melakukan wawancara mendalam, observasi dan berinteraksi bersama para pengrajin langsung di lapangan.
“Saya terpanggil untuk melakukan penelitian di Sumba, karena keberadaan tenun ikat ini banyak yang bisa dipelajari, dan dianalisis lebih dalam. Terlihat pada proses komunikasi internal dan eksternal yang sangat unik dan menarik untuk digali secara lebih luas lagi,” ujar Laely yang saat ini sedang menempuh pendidikan dan melakukan penelitian tentang Wastra dan Budaya Sumba.
Selain melakukan penelitian, Laely juga banyak belajar proses pembuatan Tenun Ikat Sumba. Pada Setiap Kampung Adat di Sumba, Laely berbaur dengan para pengrajin untuk melakukan proses pembuatan Tenun secara detail, dari mulai mencari bahan baku yang berasal dari alam, sampai dengan proses akhir dari pembuatan tenun.
Selain Tenun Ikat, Laely juga banyak terlibat dengan berbagai kegiatan budaya di Sumba. Seperti salah satunya adalah Budaya Marapu. Laely mengikuti proses Budaya Marapu dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. “Saya sangat kagum dengan tradisi Budaya Marapu yang ada di Sumba, sampai saat ini masih terjaga dengan baik, dan sudah seharusnya kita mendorong agar budaya ini harus tetap lestari dan menjadi daya tarik yang khas yang bisa dibagikan pada masyarakat luas, baik wisatawan domestik maupun internasional,” ucapnya dengan semangat.
Bagi Laely, melakukan perjalanan wisata itu bukan hanya kesenangan, namun harus banyak yang dipelajari, dan dibagikan dengan menarik agar lebih banyak lagi orang yang akan tertarik dengan wisata Budaya khususnya yang ada di Pulau Sumba.
Laely sendiri secara konsisten membagikan informasi tentang Wastra dan Budaya Sumba di media sosialnya. Selain itu Laely juga sudah membawa Tenun Sumba pada karyanya ke dunia internasional dalam Front Row Paris dan berhasil menjadi pusat perhatian. Kini kegiatan Laely salah satunya adalah concern untuk selalu mempromosikan keberadaan Wastra Nusantara khususnya Tenun Sumba.
“Saya berharap tenun ini bukan hanya populer tapi juga banyak yang ingin memiliki, dan bangga untuk memakainya…, karena salah satu bentuk cinta negeri adalah menyukai produk dalam negeri. Selain itu Tenun Sumba juga banyak nilai filosofi budaya di dalamnya, ini merupakan daya tarik dan asset bagi Indonesia. Semoga keberadaannya semakin mendunia,” tutup Laely.
