Profil

Anggia Farrah Rizqiamuti, SpA.MKes, Dokter Anak yang Senang Berbagi Ilmu dan Fokus Pada Perkembangan Dunia Anak

MajalahKebaya.com, Jakarta – Impian dr. Anggia Farrah Rizqiamuti, SpA.MKes atau biasa disapa dr. Gia untuk melanjutkan pendidikan sub spesialisasi dalam bidang syaraf anak, bukanlah tanpa alasan. Ia melihat, di daerah tempat tinggalnya, Purwakarta, belum ada dokter yang khusus menangani masalah syaraf anak. Untuk itu, ia berharap kelak ilmu yang dimiliki bisa bermanfaat untuk memantau perkembangan anak-anak yang berisiko keterlambatan, menangani anak-anak yang mengalami epilepsi, kejang, infeksi susunan syaraf otak dan lain-lain.

“Saya melihat banyak anak-anak yang kurang mendapatkan akses kesehatan dan banyak anak-anak yang kurang beruntung, sehingga saya bisa membantu di bidang kesehatan. Saya juga suka anak-anak. Saya berharap keilmuan syaraf anak ini bisa saya aplikasikan di daerah tempat saya bekerja di Purwakarta. Bidang ini berkaitan dengan masalah infeksi susunan saraf pusat, gangguan perilaku, serta gangguan belajar pada anak. Saya berharap ibu-ibu dapat lebih peduli untuk melengkapi vaksin anak terutama pada anak-anak yang lahir dengan risiko tinggi. Sedangkan untuk anak-anak sehat sebisa mungkin rutin ke dokter untuk memeriksa perkembangannya.”

Dr. Gia menemukan sebuah fakta mengenai gangguan syaraf pada anak. Ia menjelaskan, ada dua hal yang bisa memicu terjadinya gangguan syaraf pada anak, yakni non-infeksi dan infeksi, juga kelainan perkembangan bawaan.

“Lihat faktor risikonya lahir seperti apa riwayat kelahiran dan riwayat keseluruhan. Kita memang tidak bisa melihat dan diagnosis dengan cepat. Jadi kita harus anamnesis mewawancarai orang tua sampai detail. Bisa disembuhkan tergantung kasusnya masalah di mana dan terapi sudah tersedia di mana-mana atas saran kita anak ini nanti diterapinya bagaimana sesuai permasalahan yang dialami.”

Sebagai dokter anak yang sangat aware terhadap kesehatan anak-anak, dr. Gia tak segan berbagi ilmu kepada siapa saja. Saat ini, ia juga tercacat sebagai dosen tamu di IKES Rajawali dan Poltekes Kemenkes Bandung, untuk mata kuliah ilmu kesehatan anak.

“Saya memang bercita-cita jadi dokter. Semakin yakin ketika saya SMA. Kebetulan keluarga saya banyak sekali yang menjadi dokter. Kakek dan ayah dokter, tante juga dokter. Mungkin melihat dari kecil banyak keluarga berprofesi dokter, jadi saya sudah bercita-cita dari kecil untuk menjadi dokter. Setelah dewasa, saya ingin bermanfaat dengan berbagi ilmu kepada banyak orang.”

Selain itu, ia juga rutin mengedukasi masyarakat melalui IG Live dan WhatsApp group dengan nama Chat and Share With Dokter Anggia, yang saat ini memiliki 120 anggota dari berbagai daerah selain Purwakarta. Di WhatsApp group tersebut, para anggota diberikan kebebasan untuk bertanya perihal apa saja tentang keluhan anak tanpa dikenakan fee.

“Konten saya aplikatif dan rutin promosi di Rumah Sakit tempat saya praktik. Untuk grup chat masih terbuka dan kalau ada yang mau masuk grup dipersilakan. Ranah saya di dokter anak. Jadi saya jawab sesuai bidang saya. Tapi jika ada kegiatan yang berhubungan dengan seminar-seminar anak untuk awam, saya share juga sehingga ibu-ibu mengetahui informasi kegiatan apa saja yang bisa dilakukan.

Membatasi Penggunaan Gadget Pada Anak. Pesatnya perkembangan teknologi, membuat pengguna internet di dunia ikut melambung. Karena lewat teknologi digital tersebut, masyarakat jadi lebih mudah dalam mendapatkan informasi. Baik dari dalam maupun luar negeri di segala bidang. Hal tersebut juga dirasakan dr. Gia, yang lebih mudah mendapat ataupun bertukar informasi terkait bidang yang digeluti.

“Dalam bidang yang saya tekuni, kecanggihan teknologi sangat memudahkan saya, karena kita bisa lebih mudah mengakses informasi seputar kesehatan terutama kesehatan anak. Namun, di samping itu internet juga memiliki sisi negatif, terutama pada anak-anak. Untuk itu kita harus tetap bisa membatasi penggunaan internet dan gadget pada anak-anak. Seperti sepanjang pandemi COVID-19 lalu, di mana banyak orang tua WFH dan bekerja lewat handphone. Akibatnya anak jadi ikut keranjingan bermain handphone, sehingga menimbulkan berbagai masalah pada anak. Seperti gangguan interaksi sosial hingga paparan radiasi yang bisa memengaruhi kemampuan berbicara mereka karena interaksinya pasif. Akibat sepanjang hari hanya bersama gadget,” ungkapnya, lirih.

Demi membatasi penggunaan gadget pada anak, dr. Gia menyarankan orang tua untuk memberikan aktivitas yang bisa mengalihkan perhatian anak. Salah satunya menerapkan kebiasaan membaca buku, yang juga mampu meningkatkan perbendaharaan kosa kata anak. Orang tua juga harus cermat memperhatikan perkembangan anak sejak dini.

“Bagi anak yang belum bisa berbicara, sebaiknya hindari buku-buku bilingual atau buku-buku berbahasa asing. Agar  bahasa yang ditangkap anak tidak tercampur-campur. Jadi tetapkan dulu bahasa ibu atau bahasa yang biasa digunakan untuk komunikasi sehari-hari, setelah lancar bisa masuk bahasa lain. Deteksi dini pada anak sangat perlu. Bila ada yang dicurigai atau dikhawatirkan pada kondisi anak, harus segera dikonsultasikan ke dokter. Terutama dalam hal perkembangan, seperti lahir prematur, tidak menangis saat lahir, perawatan ICU lama dan rutin dibawa ke dokter setiap bulan.”

Ke depan, dr. Gia berencana membuka klinik anak dan fokus berkarya di bidang syaraf anak, serta terus mengedukasi orang tua agar aware terhadap perkembangan neurobehaviour anak. Ia berharap bisa mengalokasikan dan mendukung kegiatan kesehatan agar masyarakat Purwakarta dapat teredukasi dalam hal syaraf anak.

Perempuan Mandiri di Era Digital. Perempuan memiliki kodrat sebagai pendamping dan ibu, tetapi perempuan harus punya harapan dan memiliki tujuan. Perempuan mandiri di era digital berarti berusaha menjadi perempuan yang berpikiran maju dan memiliki inovasi dalam segala bidang. Sebagai seorang dokter, ia berusaha melek teknologi karena teknologi membuatnya lebih mudah mengakses semua informasi apa pun.

“Saya orang yang suka belajar. Kenapa saya mengambil pendidikan lagi karena saya ingin berkembang. Ini usaha saya untuk menjadi mandiri di era digital dengan terus belajar. Saya ingin menguasai ilmu supaya saya bisa banyak melakukan bantuan pada banyak orang. Jadi jangan bosan belajar.”

Me Time dalam Kesibukan. Kesibukan yang padat tidak membuat dr. Gia kehilangan kesempatan untuk melakukan me time. Berhubung gemar membaca, traveling dan bermain musik, maka me time yang dilakukan tidak jauh dari kegemarannya.

“Saya suka main musik, biola dan piano. Saya juga penari dan pernah Juara 1 saat masih belia di suatu lomba. Anak saya jadi suka dan mengikuti jejak saya karena yang cowok ini les drum. Saya suka baca novel. Setelah baca, saya suka tulis resensinya. Jenis novelnya bermacam genre yang saya baca, tapi lebih suka jalan cerita yang unik atau yang tidak biasa.”

Me time selanjutnya adalah bersosialisasi. Bagi dr. Gia, sosialisasi merupakan kegiatan wajib yang dapat membuat rileks, saling menghargai, memahami, tidak menuntut dan bertemu teman baru untuk saling berbagi. Salah satu kegiatan yang suka diikuti adalah arisan untuk saling berbagi kebahagiaan. Selain itu berbagi waktu antara menjadi ibu dan pekerjaan adalah kegiatan me time sekaligus kemampuan untuk membagi waktu.

“Saya dan suami bukan tipe ribet. Sama-sama kerja di luar kota.  Saya yang lebih aman sih untuk waktu dibanding suami yang terkadang harus melakukan operasi. Kami usahakan Sabtu-Minggu untuk keluarga. Saya juga suka bawa anak-anak ke alam. Kadang anak perlu juga dikenalkan pada alam. Belajar menjala ikan, kasih makan binatang . Kadang spontan juga sih untuk pergi ke mana. Anak saya yang besar juga saya mintakan pendapat atau keinginan mau kemana.”

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

To Top