MajalahKebaya.com, Jakarta – Menjadikan Tenun dan Songket Tradisional Indonesia Sebagai Warisan Dunia, Ciri Khas Serta Identitas Bangsa, Merupakan Perekat Komponen Bangsa Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prof. Dr. Hj. Anna Mariana SH., MH., MBA adalah Pelopor dan Tokoh Pengabdi Budaya Indonesia yang Peduli dalam hal Membina, Mengembangkan, Melestarikan, dan Mengangkat Pengrajin Tenun, Songket Tradisional Nusantara Menjadi Kebanggaan Indonesia hingga Mancanegara. Melestarikan, mengembangkan serta melindungi warisan budaya tradisional tenun dan songket sebagai ciri khas dan jati diri bangsa
Konsistensi dan kiprahnya kurang lebih selama 36 tahun, hampir separuh lebih dari usianya, Anna Mariana telah mendedikasikan diri dalam mengembangkan dan melestarikan serta melindungi warisan budaya khususnya pada wastra tradisional tenun dan songket yang ada di seluruh kepulauan Indonesia.
Baginya, mengedukasi dan memperkenalkan tenun dan songket tradisional kepada setiap generasi muda dan masyarakat luas merupakan kewajiban dan keharusan, sebagai upayanya agar warisan budaya tradisional leluhur bangsa terus dapat dilestarikan secara turun temurun agar produknya terus dapat berkembang lebih baik, lebih inovatif dan tidak punah. Begitu pun budaya tenun dan songket tradisional diperkenalkan mulai dari sejarah pada masa kerajaan Nusantara maupun dalam sejarah Islam.
Tenun pada Masa Era Kerajaan Nusantara
Seperti salah satu contoh, halnya pada kain tenun tradisional Grinsing merupakan kain tenun kuno dan tertua di dunia, dan sudah berkembang sejak 600 th lalu di Indonesia, yaitu terdapat di desa Tenganan Bali Aga Karang Asem. Kain tenun tradisional Grinsing ini sudah ada sejak sebelum zaman Kerajaan Majapahit, dan sampai saat ini jenis motif original nya masih terus dikembangkan secara turun temurun dan bahkan saat ini telah dikembangkan jenis tenun modifikasi motif dan warna nya yang sesuai dengan perkembangan era zaman saat ini.
Tenun Grinsing Bali memiliki makna dan filosofi kuno yaitu ; Kata gringsing terdiri dari kata gring yang berarti ‘sakit’ dan sing yang berarti ‘tidak’ sehingga dapat dimaknai bahwa kain gringsing merupakan kain magis yang membuat pemakainya terhindar dari bala. Kain yang berasal dari Desa Tenganan, Bali ini menggunakan teknik ikat ganda dan memerlukan proses waktu pembuatan rata-rata lima tahun untuk menyelesaikannya, dan mengunakan benang pewarna alam dari rempah-rempah Indonesia, yang memiliki keberagaman motif ciri khas yang unik dan etnik, sehingga kain tenun tradisional grinsing mempunyai nilai jual yang bernilai tinggi.
Kain Tenun dalam Sejarah Islam
Di dalam kitab suci Al-Quran surat An-Nahl ayat 92 disebutkan tentang perumpamaan seorang perempuan memintal benang atau menenun, lalu menguraikan kembali benang pintalan tenunannya, sehingga menjadi terurai kembali. Perumpamaan “mengurai benang pintalan atau tenun” ini ditafsirkan untuk mengingatkan kepada setiap orang agar memegang teguh sumpah dan perjanjian, atau larangan melanggar janji dan sumpah, menghindari rusaknya persaudaraan. Penjelasan surat An-Nahl ayat 92 ini juga terdapat dalam buku Tafsir Al-Misbah karya Prof. Dr. M. Quraish Shihab, kisah seorang wanita yang terganggu pikirannya, dan ia memiliki alat pemintal yang digunakan untuk memintal atau membuat tali benang yang kuat sebagai bahan untuk menenun. Perempuan Bernama Sa’idah Ibn Sa’ad At- Taimiyah ini memiliki banyak budak atau pembantu dan ditugaskannya untuk memintal benang dari pagi hingga sore hari. Namun begitu selesai memintal, benang tersebut kemudian diurai lagi, sehingga tercerai berai.
Penggunaan kata “tenun – ankatsa” dalam surat An-Nahl ayat 92 itu dapat disimpulkan adanya pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan kain “tenun” dan aktifitas memintal atau “menenun” sebagai metafora atau ilustrasi dalam menyampaikan kebenaran suatu ayat dalam Alquran.
SEJARAH KISWAH KA’BAH DAN TENUN DALAM PERADABAN ISLAM
Pembuatan Kiswah Ka’bah Menggunakan Teknik Tenun Tradisional
Ka’bah mulai berkerudung kiswah sejak zaman Nabi Ismail AS, saat itu kiswah yang digunakan berupa kain beludru yang terbuat dari kulit unta, namun Ketika pada zaman Baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW, kiswah diperintahkan dibuat di Yaman menggunakan kain tenun yang dibuat secara tradisional hand made. Berbeda lagi pada zaman Khulafaur Rasyidin, kain kiswah terbuat dari kain tenun benang kapas.
Banyak yang mengetahui bahwa kiswah selalu memakai kain tenun warna hitam legam, namun dalam sejarah perjalanannya yang panjang kiswah tidak selalu berwarna hitam, kain penutup ka’bah ini pernah berwarna putih, kuning, hijau, bahkan merah berlajur-lajur, kiswah merah itu merupakan kiswah pertama yang dibuat dari kain tenun Yaman. Sedangkan kiswah putih dibuat pada zaman Khalifah Ma’mun Ar-Rasyid. Lain hal nya dengan kiswah warna hijau yang dibuat atas perintah Khalifah An-Nasir dari Bani Abbasiyah.
Bahwa sejarah budaya pembuatan kiswah Ka’bah sejak zaman peradaban islam dahulu, hingga zaman sekarang berkaitan erat hubungannya dengan tradisi dan budaya pembuatan tenun tradisional Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan /diartikan bahwa kain tenun tradisional apabila digunakan sehari-hari dapat mengingatkan kita pada sejarah kiswah dan ka’bah yang dimuliakan serta sebagai penentu arah kiblat dalam beribadah, sekaligus merupakan kewajiban bagi seluruh umat islam di dunia serta untuk meningkatkan rasa keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Sebagai pengetahuan dan informasi yang perlu diketahui oleh masyarakat khususnya umat muslim, agar dalam menggunakan busana berbahan kain tenun yang tidak mengandung unsur motif yang bernyawa. Sebagai mana diriwayatkan dalam hadist HR. Bukhori No. 5954, Muslim No. 2107 yang menyatakan :
Bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Manusia yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang-orang yang menyamai (menandingi) ciptaan Allah SWT”. Aaisyah Radliyallahaahu anha berkata : “ maka tirai/kain itu kami jadikan satu sampai dua bantal. “Berdasarkan dari hadist ini bila memakai tirai/kain yang ada lukisan atau bordiran makhluk bernyawa saja terlarang, maka memakai baju atau kaos yang terdapat gambar makhluk bernyawa lebih terlarang lagi. Dikarenakan di dalam pakaian yang bergambar tersebut terdapat unsur pengagungan yang lebih terhadap gambar tersebut.
Sejarah Kain Tenun Nusantara
Siti Fatimah binti Maimun Merupakan Tokoh Perempuan Muslim dan Inspiratif Indonesia
Penjelasan tentang sejarah tenun yang disampaikan di atas, meski tidak secara langsung terkait dengan asal muasal kain tenun di bumi nusantara, namun dapat menjadi gambaran tentang pengalaman bangsa-bangsa di dunia menemukan beragam jenis kain, termasuk tenun. Namun terasa ada ikatan “emosi” yang menghubungkan asal mula dan pertautan perihal kain tenun nusantara.
Pada abad ke 11 itu sudah ada lalu lintas dagang antara kedua negeri. Perjalanan maritim saudagar Arab ke tanah Jawa, selain membawa komoditi barang dagangan, mereka juga menyebarkan Islam, terutama pada wilayah kerajaan di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Para saudagar ini sekaligus membawa kebudayaan asal mereka sehingga kemudian berkembang di keraton-keraton.
Dikisahkan, Siti Fatimah binti Maimun merupakan perempuan pertama yang mensyiarkan agama Islam di tanah Jawa hingga seluruh Nusantara dengan tenun sebagai media syiar. Siti Fatimah Binti Maimun adalah keturunan Nabi Muhammad SAW ke -15 dan juga sebagai keturunan Sunan Gresik. “Beliau mengenalkan tenun dengan cara memakai busana tenun tradisional ketika mensyiarkan agama Islam hingga menjadikan kain tenun sebagai alat tukar dalam perdagangan jual-beli di masa itu.
Penetapan Hari Tenun Nasional 7 September
Merupakan gagasan serta perjuangan dan upaya Hj. Anna Mariana sebagai (Ketua Umum Komunitas Tekstil Tradisional Indonesia dan Komunitas Kadin Indonesia Internasional Fashion Art & UMKM), bersama dukungan Bapak Presiden Indonesia H. Joko Widodo, beserta Ibu Negara Hj. Iriana Joko Widodo, beserta Bapak Wakil Presiden Indonesia Kyai H. Ma’ruf Amin beserta Ibu Hj. Wuri Ma’ruf Amin, dan juga dukungan Pemerintah (Seluruh Jajaran Kementrian Terkait) turut menetapkan 7 September sebagai peringatan Hari Tenun Nasional. Penetapan tanggal tersebut berdasarkan hasil kajian secara akademik, serta hasil perumusan naskah bersama seluruh kementerian serta ahli hukum dan berbagai ahli budaya dari berbagai universitas terbaik di Indonesia, dimana secara fakta akademik dan sejarah yang mendasar yaitu sekolah tenun pertama kali didirikan pada 7 September 1929 oleh dokter Soetomo di Surabaya, Jawa Timur. sehingga dengan demikian dasar kajian tersebut dapat menjadi rujukan naskah Keputusan Presiden (Kepres).
“Hal ini merupakan bentuk penyelamatan, dan pelestarian terhadap Warisan Budaya Tradisional sebagai asset budaya tak benda milik bangsa Indonesia, sekaligus mengajak dan mengingatkan agar masyarakat semakin cinta produk lokal tenun dan songket tradisional Indonesian. Karya anak negeri yang menjadi ciri khas, identitas, karakter serta jati diri bangsa. Kebanggaan Indonesia di mata dunia yang telah mendapat pengakuan dari dunia Internasional yaitu UNESCO”, jelas Anna seraya menambahkan bahwa gagasan tersebut didukung berbagai komunitas baik didalam negeri maupun luar negeri, serta para duta besar negara sahabat.
Pentingnya penetapan HTN (Hari Tenun Nasional) merupakan payung hukum dan pengakuan, serta perlindungan secara resmi oleh negara, sebagai asset warisan budaya tak benda milik bangsa indonesia.
Diharapkan Bapak Presiden dan Ibu Negara beserta Pemerintah menetapkan penggunaan busana tenun agar dapat menjadi busana wajib yang dikenakan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia pada setiap minggu dalam 1 hari atau 2 hari menggunakan busana tenun tradisional Indonesia, “Mulai dari instansi pemerintah, swasta, siswa sekolah dan universitas. Busana tenun dikenakan, seperti kita diwajibkan mengenakan busana batik. Hal ini akan membawa dampak positif dan sangat baik, terutama dalam memacu, mendorong semangat bagi para perajin dari seluruh Indonesia, agar terus dapat berkarya, sehingga dengan demikian diharapkan perkembangan ekonomi industri kreatif bagi UKM/ UMKM dapat meningkat lebih baik, lebih maju dan masyarakatnya lebih sejahtera,”
PEMILIHAN PUTERA PUTERI TENUN & SONGKET (PPTSI)
Merupakan ajang pemilihan PPTSI (Putra Putri Tenun dan Songket Indonesia) yang pesertanya adalah generasi muda perwakilan dari seluruh provinsi di Indonesia.
Pemilihan Putera Puteri digelar setiap tahun secara rutin “Melalui ajang ini diharapkan para generasi muda akan semakin banyak yang mencintai, memahami, menghargai warisan budaya bangsanya sendiri, serta sebagai upaya pelestarian dan pengetahuan mengenai tenun dan songket tradisional dari berbagai daerah, dan menjadikan kebanggaan dalam menggunakan produk dalam negeri.
Ajang Putera Puteri Tenun & Songket Indonesia Memiliki Komitmen Serta Konsistensi Sebagai Berikut ;
Visi & Misi ;
- Menjadikan Tenun dan Songket Indonesia sebagai warisan budaya dunia dan perekat komponen bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,
- Meningkatkan Ketahanan Sandang Tradisional Melalui Kepedulian, Kecintaan, Pelestarian, Perlindungan, dan Pengembangan serta Mengadakan Pameran, festival, Expo Tenun dan Songket Tradisional, Produk UKM & UMKM Baik Dalam Negeri Maupun Luar Negeri.
- Meningkatkan dan Memajukan Sektor Industri, Ekonomi Kreatif UKM, UMKM Pengrajin Tenun dan Songket Tradisional Indonesia.
- Meningkatkan Sektor Pemasaran Global Melalui Digitalisasi E-Commers bagi UKM & UMKM Tenun dan Songket Tradisional Serta Produk Turunannya
TUJUAN ;
- Mendorong ditetapkannya HARI TENUN & SONGKET NASIONAL setiap tanggal 7 September (melalui keputusan presiden yang diperingati sebagai hari nasional).
- Membangun KETAHANAN SANDANG (menuju kemandirian produksi dalam negeri).
- Membangun POTENSI EKONOMI (dalam peningkatan dan kesejahteraan pengrajin serta pelaku usaha tenun dan songket tradisional).
- Mengembangkan TEKNOLOGI & INFORMASI (bagi industri dan perniagaan kain tenun dan songket tradisional).
- Memberdayakan SDM (dalam peningkatan produktifitas dan efektifitas). Mengupayakan PERLINDUNGAN HUKUM (terhadap hak cipta dan kekayaan intelektual motif tenun dan sogket tradisional).
- Mengusulkan KURIKULUM PENDIDIKAN (tentang tenun dan songket tradisional sebagai pengetahuan dan pelestarian).
- Mendorong PENGEMBANGAN PARIWISATA (kunjugan ke sentra-sentra industri tenun dan songket tradisional).
- Mensinergikan PROGRAM KERJA (bekerja sama dengan kementerian dan pihak terkait).
SASARAN ;
- Pengrajin tenun dan songket
- Dekranas dan Dekranasda Seluruh Propinsi dan Kabupaten/Kota
- Pemilik dan kolektor tenun dan songket
- Perancang dan desainer nasional
- UKM dan IKM tenun dan songket
- Komunitas Cinta Budaya dan Kain Nusantara
Melalui Visi Misi, Tujuan, dan Sasaran tersebut diharapkan Generasi Putera Puteri Tenun Songket Indonesia (PPTSI) menjadi generasi muda yang terus dapat melestarikan warisan budaya bangsa. Serta menjunjung tinggi keluhuran dalam keberagaman budaya, sebagaimana yang tercermin dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sebagai duta budaya yang menjadi harapan bangsa yang akan terus membawa nama baik bangsa Indonesia dikancah internasional.
