MajalahKebaya.com, Jakarta – Berpikir positif, semangat pantang menyerah, tak pernah berhenti belajar, berusaha dengan tekun, berserah diri dan selalu bersyukur merupakan prinsip yang diterapkan drg. Marty Adani, Sp.Ort dalam menapaki lika-liku perjalanan kehidupan. Tidak ada pencapaian yang mudah dan sederhana, semua dijalankan dengan ketegasan dan komitmen.
Marty, sapaan akrabnya, merupakan Dokter Gigi Spesialis Ortodontis kelahiran Palembang, 23 Maret 1970. Ia membangun karier profesinya mulai dari nol dan mencoba berbagai peluang dalam dunia bisnis.
“Karier dan usaha saya mulai dari nol. Dulu saya dinas di daerah kemudian mulai berbagai macam bisnis. Walaupun saya menjadi Dokter Gigi di daerah yaitu di Puskemas, saya juga membuat sprei yang dijual per lusin dan akhirnya bertahap.”
Tantangan yang dihadapi dalam menjalankan dua bidang pekerjaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Apalagi ketika ia harus menghadapi berbagai macam krisis yang dirasakan di masa pandemi. Drg. Marty tidak praktik selama tiga bulan dan bisnis kost yang dimiliki harus kosong tanpa penghuni. Keadaan itu menjadi masa krisis yang membuatnya berpikir bahwa passive income merupakan solusi yang tepat ketika ia harus vacuum dari rutinitas pekerjaan.
“Masa krisis di mana pemasukan hanya sedikit bahkan tidak ada. Dari kejadian tersebut saya menganggap passive income sangat penting. Jadi selama ini jika saya bekerja, saya baru mendapatkan penghasilan. Ke depannya, saya berpikir akan mengembangkan bisnis property misalkan kost-kostan sebagai passive income.”
Didukung Perkembangan Teknologi. Kemajuan teknologi yang berkembang pesat memberikan dukungan kepada dokter yang praktik di Jalan Cibitung 1 ini secara tepat dan cepat. Drg. Marty mengungkapkan dengan kemajuan teknologi, ia lebih banyak belajar pengetahuan dan keterampilan baru serta dapat mengembangkan bisnis walaupun tidak harus keluar rumah.
Namun ibunda dari Prima WK (26 tahun, lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan bekerja di salah satu perusahaan start up), Diajeng RA (22 tahun, sedang melaksanakan coass di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada), Raisa SA (21 tahun, semester akhir di Teknik Material, Fakultas Teknik Mesin Dirgantara Institut Teknologi Bandung) dan Dzaki MK (12 tahun, Kelas 1 SMP), mengakui bahwa dengan kemajuan teknologi informasi dan digital, ia sebagai seorang ibu mengalami shock culture, tetapi mau tidak mau ia harus menyesuaikan diri dengan teknologi digital sesuai dengan perkembangan zaman.
“Saya sebagai seorang ibu agak shock culture dan mau tidak mau harus belajar menyesuaikan dengan teknologi digital yang baru. Caranya memanfaatkan secara positif dan menghindari hal-hal negatif dari penggunaan teknologi seperti tanpa disadari sudah menghabiskan waktu kita.”
Prestasi Membanggakan. Penggemar membaca, yoga, menari, menonton, traveling, tracking dan bermain bersama kucing ini, bersyukur sepanjang karier sebagai seorang Dokter Gigi Spesialis Ortodonti merasakan kebahagiaan dan prestasi yang membanggakan ketika pasien puas dengan hasil perawatannya. Drg. Marty bersyukur dalam kariernya, ia mendapat dukungan penuh dan terinspirasi dari Almarhum Ibunda. Sosok Ibu, bagi drg. Marty merupakan ibu yang sangat sederhana, cerdas, pengasih, positif dan selalu bersyukur.
“Selain itu prestasi yang saya capai dan membuat diri ini bangga ketika saya bisa melakukan semua aktivitas dengan bahagia. Dan, kebanggaan sebagai seorang ibu bisa mengantarkan anaknya ke sekolah yang mereka inginkan. Saya juga belajar bersyukur dan sabar dari ibu saya.”
Me Time. Istri dari Adi Kuntoro ini, tetap memprioritaskan me time untuk tampil bugar dengan mengonsumsi makanan sehat, olahraga, meditasi, yoga dan menari tradisional Bali.
“Saya ikut Komunitas Cinta Berkain, juga Komunitas Perempuan Menari. Kemudian agar cantik luar dalam, saya berusaha berpikir positif, melakukan perawatan kecantikan sederhana, berenang di laut, hangout, menari, relaksasi, refreshing, travel setahun sekali bersama anak-anak dan keluarga. Me time ini penting untuk kesehatan fisik dan mental.”
