MajalahKebaya.com, Jakarta – Motivasi dari Sang Ayah mendorong Nita Ratna Dewanti menggapai cita-citanya sebagai seorang dokter. Ia pun sukses mendidik buah hatinya yang turut mengikuti jejak kariernya sebagai dokter. Kepedulian yang tinggi terhadap kesehatan bayi dan anak membuat dr. Nita mendalami keahlian sebagai Dokter Spesialis Anak.
Profesi seorang dokter adalah profesi mulia. Hal itu selalu ditanamkan orang tua Nita Ratna Dewanti saat ia masih kecil. Nita pun tertarik untuk mewujudkan keinginannya menjadi dokter. Walalupun lahir di Jakarta, masa kecil Nita sempat dihabiskan di berbagai daerah mengikuti tugas Sang Ayah, Brigjen TNI (Purn). Anton Sudarto. “Saya sempat bersekolah dasar di Samarinda kemudian pindah ke Medan hingga SMA karena Papi tugas di sana,” kenang wanita cantik kelahiran Jakarta, 24 April ini.
Selepas menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Medan pada 1987, Nita lolos masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan berhasil meraih gelar dokter di tahun 1993. Pencapaian gelar dokter menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi dr. Nita karena dari keluarga ayah dan ibunya, baru dirinya yang berprofesi sebagai dokter. “Saya tiga bersaudara, dan dari keluarga Ayah dan Ibu tidak ada yang profesinya dokter jadi baru saya saja. Adik-adik saya juga tidak ada yang jadi dokter. Kedua adik saya bersekolah di luar negeri yaitu di Amerika dan di Swiss, yang kemudian keduanya akhirnya menetap di Amerika,” papar istri dari Roeshadi Baboe, SH., pensiunan dari ANZ Bank.
Karier pertama Nita sebagai dokter dijalankan dengan bertugas di Puskesmas di Sukabumi selama tiga tahun, lalu ia melanjutkan pendidikan Spesialis Anak di Fakultas Kedokteran UI dan selesai tahun 2002. Dr. Nita kemudian praktek di RS Bunda di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Pada 2004 hingga saat ini, dr. Nita berkarier di RS Premier Bintaro sebagai Dokter Spesilais Anak dan juga memegang unit NICU (Neonatal Intensive Care Unit) khusus untuk bayi-bayi yang baru lahir prematur dan bayi-bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus.
Tak henti mengasah keilmuan, dr. Nita selanjutnya mengambil pendidikan S3 Program Doktor Spesialis Anak di Universitas Hasanuddin yang fokus pada Pengaruh Persalinan Tanpa Nyeri dengan ILA (Intratekal Labour Analgesia) terhadap kondisi bayi baru lahir. Ia pun sukses meraih gelar doktor di tahun 2016. “Saya pilih Spesialis Anak karena waktu bekerja di Puskesmas banyak kasus pada anak-anak dan sebelumnya memang saya sudah niat untuk mendalami spesialis. Saya melihat banyak kasus pada bayi dan anak-anak,” terangnya.
Menurut dr. Nita, banyak anak mengalami stunting karena masalah kekurangan gizi kronis sehingga bukan hanya berat badannya yang kurang, tetapi juga berdampak pada badan yang lebih pendek untuk anak seusianya, dan lainnya. “Maka dari itu anak-anak yang sejak awal sudah kekurangan gizi akut harus segera dibawa ke dokter. Ibu hamil juga harus memperhatikan asupan gizi, malah sejak remaja gizinya harus diperhatikan karena saat nanti jadi ibu maka anaknya akan tumbuh sehat,” terangnya.
Dr. Nita melihat masa pandemi turut berpengaruh terhadap banyaknya anak stunting. “Stunting sudah menjadi problem serius sebelum pandemi, dan saat pandemi juga ada pengaruhnya karena kondisi ekonomi yang menurun. Selain itu pengaruh pandemi juga sangat berdampak terhadap cakupan imunisasi anak-anak, dan kondisi ini sangat memprihatinkan. Terlebih dengan timbulnya kasus polio yang baru merebak di Pidi Aceh, ini menunjukkan bahwa imunisasi di daerah tersebut tidak berjalan dengan baik, karena sebenarnya penyakit polio dapat dicegah dengan imunisasi,” paparnya.
Di tengah kesibukan sebagai dokter, bersama sang suami dr. Nita sukses mendidik keempat buah hatinya yang turut mengikuti jejak kariernya sebagai dokter. “Dari empat orang anak saya, dua orang sudah jadi Dokter Umum dan yang satu Dokter Gigi. Kalau yang paling kecil masih mahasiswa calon dokter juga,” ungkap ibu dari dr. Sacha Audindra (28 th, Dokter Umum, lulusan FKUI), dr. Pramudito Yudhistira (lulusan Fakultas Kedokteran UGM). drg. Arischa Audiana, MM, MARS, dan Amanda Shafira (mahasiswa FKUI semester 5). Kedua putrinya Sacha dan Cicha juga sudah menikah dengan dokter. Kedua menantunya dr. Mahatmasara Adhiwasa yang saat ini sedang mengambil pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di UI dan dr. Andi Dwi Rahmat Armyn yang sedang mengambil Spesialis Anestesi di Universitas Hasanuddin.
Dr. Nita menilai anak-anaknya tertarik menjadi dokter melihat aktivitas dirinya sebagai dokter. “Artinya Mamanya memberikan contoh yang baik (sambil tertawa). Sementara suami saya juga yang memberi motivasi sehingga kelihatannya anak-anak berminat. Jadi dari anak-anak sekolah SD, SMP hingga SMA sudah kita persiapkan pendidikannya, kami juga selalu berkonsultasi dengan psikolog Ratih Ibrahim dalam membimbing putra putri kami,” ujar dr. Nita.
Dr. Nita pun membagikan tips suksesnya dalam menjalankan profesi dokter. “Saya selalu berniat mengerjakan sesuatu dengan baik. Mungkin ada hasil yang kurang optimal namun demikian bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh niscaya akan berhasil lebih baik. Jadi do your best, nanti pasien dan lainnya akan mengikuti,” tandasnya ramah.
Hobi Traveling, Dansa, dan Menyanyi
Di tengah kesibukan yang cukup padat sebagai seorang Dokter Spesialis Anak, dr. Nita berusaha meluangkan waktu untuk me time, salah satunya dengan hobi berdansa dan menyanyi. Ia juga mengikuti arisan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya.
Ada satu pengalaman yang ingin dibagikan dr. Nita saat jatuh sehingga kakinya patah dan tak lama sempat jatuh lagi dan ternyata jari kelinkingnya patah juga. “Di sini saya curiga pasti ada sesuatu yang tidak beres, kenapa gampang banget patah, dan ternyata setelah melakukan pemeriksaan BMD (Bone Mineral Densitometry) saya terkena osteoporosis. Maka dari itu saya ingin menghimbau kepada pembaca khususnya kaum wanita agar aware terhadap Kesehatan tulang agar terhindar dari osteoporosis,” sarannya bijak.
Satu sosok idola dr. Nita yang dikaguminya adalah RA. Kartini, yang lebih dari 100 tahun lalu sudah mempunyai pemikiran yang maju mengenai kesetaraan wanita. “Bahwa wanita harus mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam pendidikan dan karier,” ujarnya. Untuk itu harapannya agar Wanita Indonesia senantiasa mempunyai pemikiran yang maju seperti Ibu Kartini.
