MajalahKebaya.com, Jakarta – Pernah senasib berada dalam satu asrama saat menuntut ilmu di Yogyakarta, eks penghuni Asrama Putri Ratnaningsih Sagan, Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk Komunitas Alumni Asrama Ratnaningsih. Cerita indah, suka dan duka yang pernah dialami bersama menguatkan keinginan untuk terus saling terkoneksi meski sudah mempunyai kehidupan masing-masing.
Bagi mereka yang pernah kuliah di Yogyakarta, terutama Universitas Gadjah Mada (UGM), nama Asrama Ratnaningsih sudah tak asing lagi. Dikutip dari laman UGM, Ratnaningsih Sagan adalah fasilitas hunian yang disediakan khusus untuk mahasiswa putri yang mengedepankan keakraban di antara penghuninya dengan atmosfir akademis yang membantu para mahasiswa yang multi-budaya untuk mengembangkan diri serta memupuk keterampilan bersosialisasi. Asrama Ratnaningsih Sagan merupakan bangunan bersejarah yang diresmikan Ir. Soekarano (Presiden Pertama RI ) pada tahun 1954 dan berlokasi kurang lebih 500 m dari pintu gerbang UGM.
Ditemui Majalah Kebaya Indonesia saat melakukan halal bi halal, beberapa anggota Komunitas Ratnaningsih, berbagi cerita tentang awal mula terbentuknya komunitas ini. “Komunitas Alumni Ratnaningsih sudah ada sejak dari angkatan penghuni awal. Mereka bertemu setiap bulan. Mereka inilah di pertengahan tahun 1980-an (1986/1987) memberikan dana pengecatan asrama dan membuat pagar teralis besi keliling asrama (tadinya pagar tanpa teralis). Komunitas ini bubar karena usia mereka mendekati 80 tahun dan sudah banyak yang berpulang. Terakhir anggotanya tinggal 12 orang,” ujar Djuita (Ita), salah satu pengurus Komunitas.
Dikatakan oleh Djuita, selanjutnya angkatan yang lebih muda, tidak terkonek ke mereka, karena terbatasnya komunikasi yang belum seperti sekarang. Nah, awal tahun 1990-an ternyata semakin terdeteksi banyak alumni Ratnaningsih yang tinggal di Jakarta. Dari sinilah akhirnya ditelusuri dan dikumpulkan lagi alumni Ratnaningsih.
“Januari 1995, Warniyati dan Jayati yang tinggal indekos di rumah yang sama mengundang teman-teman yang terkoneksi. Tidak mudah, karena kendala keluarga. Akhirnya, dicari jalan tengah, mereka berdua mengundang keluarga, boleh hadir bersama anak dan suami, calon suami, bahkan calon pacar. Dan dari sinilah terjadilah pertemuan yang monumental itu. Dari pertemuan itu disepakati akan ada arisan dengan nominal kecil sebagai pengikat, pertemuan tiga atau empat bulan sekali di rumah yang mendapat arisan,” jelas Jayati.
“Pertemuan arisan ini terbuka bagi yang tidak ikut arisan juga. Setahun atau dua tahun sekali arisan sambil piknik dan menginap di suatu tempat wisata. Yang terakhir, sebelum Pandemi naik kapal pesiar ke Pulau Seribu,” timpal Atut.
Full Memori, Diwajibkan Mengelola Uang
Pada Kebaya Indonesia, para alumni Ratnaningsih ini juga mengatakan, dulu mereka yang bisa masuk ke asrama putri milik UGM ini tak seperti sekarang. Dulu, mereka yang bisa masuk ke asrama ini, harus sudah sudah lolos dari masa drop out selama dua tahun. Nah setelah kriteria ini akan dilihat lagi dari kuota masing-masing fakultas. Bahkan jika banyak yang berminat seleksi akan diperketat berdasarkan nilai IP (Indeks Prestasi).
“Karena banyak yang minat dan ada kuota maksimal masing-masing fakultas, asrama ini dihuni oleh berbagai ragam fakultas. Kondisi campur ini ternyata menguntungkan buat semua penghuni asrama. Jika ada yang sakit, kita akan minta bantuan mahasiswa Fakultas Kedokteran. Sharing keterampilan seperti menjahit, memasak, bermain gitar, dsb.,” tutur Djuita, Fakultas Teknik Sipil, Angkatan 1975 yang mulai masuk ke Ratnaningsih tahun 1978.
Yang menarik, diceritakan oleh pengurus Komunitas, asrama yang terdiri atas 2 lantai dengan 32 kamar ini, roda rumah tangga asrama ada di tangan pengurus asrama yang dipilih dari dan oleh penghuni dalam satu rapat pleno. Masa kepengurusan hanya satu tahun. Inilah wadah berorganisasi dan berlatih manajemen. Jika ada masalah yang tidak bisa ditangani sendiri, melaporkan masalah itu ke Bagian Kemahasiswaan UGM.
“Kami harus pandai mengatur keuangan asrama, selain untuk makan juga untuk kegiatan-kegiatan yang lain,” lanjut Atut.
“Bagi penghuni baru ada tugas wajib sebagai Bendahara Bulanan, yaitu dua orang bertugas menyusun menu makan untuk 80 orang dan berbelanja bahan-bahannya selama sebulan penuh. Yang memasak juru-juru masak pegawai UGM. Tugas ini hanya sekali saja selama tinggal di asrama,” lanjut Asih Wardhani.
Serunya, di antara kesibukan kuliah, setiap ada peringatan hari-hari nasional dengan kegiatan-kegiatan khusus, seperti Hari Kartini, Hari Kebangkitan Nasional, peringatan Hari Kemerdekaan, atau 17 Agustusan, diadakan acara yang menarik di asrama ini. Juga setiap tiga bulan digelar acara pelepasan wisudawati untuk melepas yang sudah lulus. Semua penghuni asrama ikut berpartisipasi menyukseskan acara sesuai dengan kebisaannya.
Terbentuk Sub Komunitas Berdasarkan Hobi
Kegiatan Komunitas Alumi Ratnaningsih tak hanya arisan saja. Melihat banyak kebisaan yang dipunyai oleh anggota Komunitas, akhirnya Alumni Ratnaningsih ini mempunyai komunitas-komunitas lainnya berdasar hobi dan kebisaan, di antaranya Komunitas Menulis yang dibidani oleh Asih Wardhani, Ary SL dan Lafi T. Komunitas yang anggotanya terdiri atas mereka yang suka dan hobi menulis ini sedang mempersiapkan buku antologi keempat. Komunitas Menulis Yunior dikomandani oleh Wawalitha sedang menyiapkan buku kedua.
Bagi yang suka musik, ada grup musik kolintang Dahayu Laksita yang dipimpin dan dibina oleh Ismawati. Kelompok ini pernah perform di acara Temu Kangen Kagama DKI 2019 di Ecopark Ancol. Bahkan komunitas alumni ini, setiap Jum’at Malam mengadakan kajian tafsir via zoom yang dipimpin oleh Khomsiah sebagai ustadzahnya dan melakukan pengajian via group WA Rumus (Rumah Muslimah). Dan yang tak ketinggalan, komunitas ini juga kerap mengadakan kegiatan ‘peduli sosial’ baik untuk anggota komunitasnya atau pun di lingkungan sekitar.
